Undang-undang Keadilan Digital: Undang-undang Penyeimbang Antara Perlindungan Konsumen dan Pertumbuhan Bisnis

6

Komisi Eropa mengusulkan undang-undang baru yang disebut Digital Fairness Act (DFA), yang bertujuan untuk memperbarui perlindungan konsumen di era digital. Meskipun bertujuan baik, dampak DFA terhadap periklanan dan pengalaman pengguna online telah memicu perdebatan sengit di kalangan dunia usaha dan kelompok advokasi di seluruh Eropa.

Pada intinya, DFA berupaya mengatasi empat masalah utama: praktik komersial tidak adil yang didorong oleh “pola gelap” di situs web, pemasaran yang menyesatkan oleh influencer, fitur desain yang membuat ketagihan dalam produk digital, dan praktik personalisasi tidak adil yang mengeksploitasi data konsumen. Undang-undang yang diusulkan menyentuh beberapa bidang sensitif seperti mendefinisikan apa yang dimaksud dengan “desain yang membuat ketagihan” dan “pola gelap”, sehingga memberikan ruang untuk interpretasi yang luas. Ketidakjelasan ini menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi melampaui batas dan kemampuan Komisi untuk menekan perusahaan melalui intervensi ad hoc dan bukan melalui peraturan yang jelas.

Banjir Masukan:

Proses konsultasi publik mengenai DFA menghasilkan rekor 4.325 pengajuan, yang sebagian besar dipicu oleh kekhawatiran para gamer mengenai potensi pembatasan pada pengalaman online mereka. Meskipun beberapa aspek dari proses konsultasi cenderung mendukung peraturan yang lebih ketat, patut dicatat bahwa kritik tidak hanya terbatas pada kelompok industri teknologi atau perusahaan asing.

Asosiasi bisnis Eropa yang mewakili berbagai sektor umumnya menentang DFA, dengan alasan agar DFA lebih fokus pada penegakan peraturan yang sudah ada dibandingkan menambah lapisan peraturan baru. Sikap ini juga diamini oleh beberapa bisnis terkemuka di Eropa, termasuk platform pengiriman Finlandia Wolt, maskapai penerbangan Irlandia Ryanair, pasar mode Lituania Vinted, raksasa streaming musik Swedia Spotify, dan banyak lainnya. Perusahaan-perusahaan ini memperingatkan bahwa peraturan yang berlebihan dapat menghambat inovasi dan menghambat pertumbuhan, terutama bagi perusahaan kecil yang sudah bergulat dengan peraturan rumit yang ada seperti GDPR, DSA, dan DMA.

Memikirkan Kembali Pendekatan:

Beberapa pihak berpendapat bahwa Komisi harus mengadopsi pendekatan yang lebih tepat sasaran, serupa dengan revisi terbaru Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR). Daripada merombak keseluruhan kerangka kerja, mereka yang mendukung perspektif ini menyarankan untuk fokus pada harmonisasi penerapan di seluruh Negara Anggota dan menyederhanakan persyaratan pelaporan untuk dunia usaha. Hal ini akan memprioritaskan kejelasan dan implementasi praktis dibandingkan memperkenalkan peraturan baru yang luas yang mungkin memerlukan revisi di masa depan karena konsekuensi yang tidak terduga atau tumpang tindih dengan peraturan yang ada.

Penilaian Komisi sendiri mengakui bahwa konsumen UE telah menikmati perlindungan yang kuat baik online maupun offline berkat undang-undang komprehensif yang ada. Namun, tantangan sebenarnya terletak pada penegakan peraturan yang ada dan menjembatani kesenjangan antar negara anggota dalam penerapannya. Mengatasi masalah-masalah praktis ini harus diprioritaskan sebelum menambah kompleksitas melalui undang-undang baru seperti DFA.

Teka-teki Ekonomi:

Meskipun Komisi menyoroti potensi kerugian finansial sebesar €7,9 miliar bagi konsumen akibat masalah online, Komisi ini belum cukup mempertimbangkan hal ini dibandingkan dengan manfaat ekonomi dari iklan yang dipersonalisasi – yang merupakan bidang utama yang ditargetkan oleh DFA. Studi menunjukkan bahwa iklan yang dipersonalisasi menyumbang setidaknya €100 miliar ke dalam penjualan bisnis di Uni Eropa setiap tahunnya, menyumbang €25 miliar terhadap PDB, dan mendukung 600.000 lapangan kerja. Usaha kecil dan menengah (UKM) sangat bergantung pada bentuk periklanan ini untuk menjangkau pelanggan secara efisien dan bersaing dengan pemain besar, terutama di pasar yang lebih kecil. Larangan de facto terhadap iklan yang dipersonalisasi dapat meningkatkan biaya bagi bisnis, membatasi jangkauan pelanggan, dan pada akhirnya merugikan pertumbuhan ekonomi.

Kekhawatiran Konsumen vs. Preferensi Praktis:

Dorongan untuk peraturan privasi data yang lebih ketat sering kali berasal dari persepsi bahwa masyarakat Eropa merasa tidak nyaman dengan cara informasi pribadi mereka digunakan secara online. Meskipun sentimen ini dapat dimengerti, penting untuk menyadari bahwa konsumen juga menghargai kenyamanan dan relevansi. Survei menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Eropa sebenarnya lebih suka melihat iklan yang dipersonalisasi karena lebih bermanfaat dan disesuaikan dengan minat mereka. Kontradiksi yang nyata ini menyoroti perlunya pendekatan berbeda yang menyeimbangkan masalah privasi dengan preferensi praktis pengguna.

Perdebatan seputar Digital Fairness Act bermuara pada menemukan keseimbangan yang tepat. Meskipun melindungi konsumen dari praktik online yang berbahaya sangatlah penting, penerapan pembatasan besar-besaran terhadap penggunaan data dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan terhadap bisnis, inovasi, dan pada akhirnya, pilihan konsumen. Untuk mencapai hasil yang sukses, diperlukan pertimbangan yang cermat dari kedua sisi: memastikan perlindungan konsumen yang sejati tanpa menghambat ekonomi digital.